BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Didalam kehidupan sehari-hari, kita
selalu berhadapan dengan
yang namanya “pelayanan” (service).
Kita ke SPBU, misalnya, kita
tidak pernah mengisi bensin sendiri,bukan? Jika tidak berarti ada orang
lain
yang memberikan uluran tangannya untuk kita. Begitu juga pasien ke Rumah
Sakit,
klien tidak pernah menangani sendiri “proses” pemeriksaan kesehatan
sampai
klien memperoleh obat atau dirawat di ruang rawat inap. Klien pasti
mendapat pelayanan
dari sejumlah orang, mulai dari satpam, petugas parkir, petugas kartu,
perawat,
dokter, sampai dengan tukang masak, bahkan, pengelola kantin, petugas
kebersihan, dan sejumlah petugas lainnya.
Jika demikian, kalau klien berobat ke
rumah sakit berarti
cukup banyak orang (petugas) yang seharusnya mengulurkan tangannya untuk
memberikan pelayanan kepada mereka (pasien). Jika tidak, maka tingkat
pelayanan
Rumah Sakit itu sering dikatakan kurang baik bahkan tidak baik.
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayaan
Aparatur Negara
(Menpan) No. 81 Tahun 1993, pelayanan yang diberikan oleh instansi
pemerintah,
termasuk Rumah Sakit, merupakan bentuk pelayanan pemerintah dalam rangka
pemenuhan kebutuhan “kesehatan” bagi masyarakat, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Kepmenpan No. 81 Tahun 1993).
Sesungguhnya konsep Customer Service Excellence yang diterapkan di rumah sakit, semuanya
sangat
sejalan dengan konsep yang telah diajarkan kepada profesi perawat. Hanya
saja
mungkin aplikasi di lapangan berbeda dengan konsep yang ada. Maka
kemudian
sering terdengar ungkapan “perawat judes”, “perawat tidak ramah” dan
ungkapan-ungkapan yang lain.
Dalam perawatan diajarkan tentang
Komunikasi Therapeutik,
bahkan dalam setiap interaksi/setiap akan melakukan tindakan selalu ada
aturan
untuk melakukan Pra Interaksi. Menyampaikan salam, memperkenalkan diri,
menanyai identitas pasien adalah ritual yang mesti harus dilakukan oleh
perawat
sebelum melakukan tindakan.
Dalam protap-protap yang dimiliki
perawat, juga banyak yang
mendukung tentang pelayanan prima ini. Sebagai contoh, pada pasien baru
masuk
ke rumah sakit ada prosedur tetap Admision
Care. Dalam protap itu banyak sekali aktivitas yang dilakukan oleh
perawat
diantaranya:
1. Perawat mengenalkan diri
2. Menyediakan privasi untuk klien dan
keluarga
3. Mengorientasikan klien dan keluarga
pada lingkungan sekitar
4. Mengorientasikan klien dan keluarga
pada fasilitas yang lain
5. Melakukan pengkajian riwayat
6. Melakukan pengkajian fisik awal
7. Melakukan pengkajian keuangan awal
dengan cara yang tepat
8. Melakukan pengkajian psikososial
awal dengan tepat
9. Melakukan pengkajian religius awal
dengan tepat
10. Mengenali risiko klien untuk masuk
kembali ke unit perawatan
Demikianpun pada saat pasien dirawat
juga ada protap tentang
Pendidikan Kesehatan, Protap Discharge
Planning, Protap Konseling juga Protap Persiapan Pasien
Pulang.Apabila itu
dilakukan semua dengan baik, maka Pelayanan Prima di Rumah Sakit oleh
perawat
telah teraplikasikan dengan baik.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
materi yang dibahas, maka penulis membuat perumusan masalah penulisan
mengenai
“Service Excelence (pelayanan Prima)
yang dilakukan oleh perawat dalam
melaksanakan asuhan keperawatan.
1.3
Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana seorang perawat
melaksanakan pelayanan prima dalam proses pelaksanaan asuhan
keperawatan.
1.4
Manfaat Penulisan
Penulisan
makalah ini dapat digunakan sebagai
masukan proses pendidikan untuk membentuk pola pelayanan prima (service excellence) yang dapat
diterapkan kepada peserta didik sejak dini dan peserta didik mendapatkan
pengetahuan tentang pentingnya pelayanan prima yang harus dimiliki oleh
seorang
perawat. Sehinggah pada akhinya dapat menentukan strategi pengolahan
sumber
daya manusia keperawatan dalam mengembangkan dan meningkatkan mutu
pelayanan
keperawatan di rumah sakit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Defenisi Servis Excellent
Pelayanan prima (Excellent
Service) menurut pengertian “pelayanan” yang berarti
“usaha melayani kebutuhan orang lain” atau dari pengertian “melayani”
yang
berarti “membantu menyiapkan apa yang diperlukan seseorang” (kamus
bahasa
Indonesia). Dengan prima atau excellent
yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan.
Menurut para ahli, pelayanan yang
diberikan oleh petugas Rumah Sakit kepada konsumen bersifat tidak
berwujud dan
tidak dapat dimiliki oleh penerima pelayanan (Daviddow dan Uttal, 1989).
Menyangkut pelayanan Rumah Sakit, yang dimaksudkan dg konsumen adalah
masyarakat yang mendapat manfaat dari aktivitas yang dilakukan oleh
Rumah Sakit
dan petugas yang telah ditunjuk sebagai pemberi pelayanan itu.
Pelayanan yang tidak berwujud,
dimaksudkan adalah pelayanan itu hanya dirasakan oleh konsumen. Norman
(1991)
menggambarkan karakteristik pelayanan sebagai berikut :
1. Pelayanan sifatnya tidak dapat
diraba, karena bukan berbentuk benda dan beda sifatnya dengan barang.
2.
Pelayanan,
kenyataannya terdiri dari tindakan dan berbentuk pengaruh yang sifatnya
tindakan sosial.
3.
Produksi
dan konsumsi pelayanan tidak dapat dipisahkan secara nyata, karena pada
umunya
terjadi secara bersamaan dan ditempat yang sama.
Karakteristik tersebut diatas
mungkin dapat dijadikan dasar bagaimana memberikan pelayanan yang
terbaik
(prima) di sebuah Rumah Sakit. Pengertian yang lebih luas seperti yang
dikemukakan Daviddow dan Uttal, bahwa pelayanan merupakan usaha apa saja
yang
dilakukan untuk mempertinggi nilai kepuasan konsumen.
Yun, Yong, and Loh (1998),
menyatakan bahwa pelayanan adalah penghubung pertama mata rantai
aktivitas
untuk system Total Quality Manajemen
(TQM). Sejalan dengan itu, Christopher (1992) menyatakan bahwa pelayanan
dapat
diartikan sebagai suatu system manajemen, diorganisir untuk menyediakan
hubungan pelayanan yang berkesinambungan antara waktu pemesanan dan
waktu
barang/jasa itu diterima dan digunakan dengan tujuan untuk memenuhi
kebutuhan/harapan konsumen dalam jangka panjang.
Pelayanan dapat bermakna suatu
bentuk aktivitas yang menggambarkan perhatian, bantuan, dan penghargaan
kepada
konsumen yang dapat memberikan kepuasan bagi mereka. Melalui pelayanan
yang
baik (prima) akan melahirkan kedekatan antara produsen dan konsumen,
menimbulkan kesan menyenangkan, sebagai kenangan yg sulit dilupakan.
Pelayanan yang baik (prima),
khususnya menyangkut pelayanan Rumah Sakit, juga akan menimbulkan
kesan/kenangan yang menyenangkan bagi konsumen (pasien dan keluarganya).
Selain
itu, pelayanan yang baik juga akan menumbuhkan kesan dan “citra yang
baik” di
hati konsumen, yang selanjutnya dapat menjadi faktor pendorong konsumen
untuk
bekerja sama, berperan aktif dalam kegiatan sosial Rumah Sakit itu,
bahkan
dapat menjadi promotor Rumah Sakit tersebut.
2.2
Tujuan Service Excellent
Tujuan dari pelayan prima adalah
memberikan kepuasan kepada konsumen (masyarakat) sesuai dengan keinginan
mereka. Untuk mencapai tingkat kepuasan itu, diperlukan kualitas
pelayanan yang
sesuai dengan kebutuhan atau keinginan konsumen, Zeithami at al. (1990).
2.3
Unsur-unsur Service Excellent
Unsur-unsur melayani prima, sesuai
keputusan Menpan No.
81/1993, yaitu:
1.
Kesederhanaan
2.
Kejelasan
dan kepastian
3.
Keamanan
4.
Keterbukaan
5.
Efisien
6.
Ekonomis
7.
Keadilan
yang merata
2.4
Dimensi Kualitas Pelayanan Prima
1.
Kehandalan
(Reliability)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan
yang dijanjikan secara
akurat
2.
Kepercayaan
(Assurance)
Pengetahuan dan keramahan dari staf
serta kemampuan untuk
menumbuhkan kepercayaan
3.
Penampilan
(Tangible)
Fasilitas fisik, peralatan dan tampilan
dari staf
4.
Empati
(Empathy)
Perhatian secara pribadi yang diberikan
kepada customernya
5.
Ketanggapan
(Responsiveness)
Kemauan untuk menolong customer dan
memberikan service yang
teppat waktu
2.5
Tahapan Service Excellent
Proses pelayanan di Rumah sakit
bukan saja meliputi kegiatan- kegiatan pada saat pasien bertatap muka
secara
langsung dengan petugas pelayanan (perawat dan dokter).
Pelayanan prima adalah pelayanan
paripurna, sebelum petugas bertatap muka dengan pasien mereka harus
mempersiapkan banyak hal, seperti menata ruangan, menyiapkan bahan dan
peralatan, menyiapkan arsip/record pasien. Setelah selesai tatap muka
dengan
pelanggan, petugas masih harus berbenah, merekam data pelayanan,
menyusun laporan,
menyimpan arsip, mengganti peralatan, dll.
Dengan demikian, berdasarkan tahapan
pelayanan, pelayanan di Rumah Sakit dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
1.
Pelayanan
pratransaksi: kegiatan pelayanan sebelum melakukan tatap muka dengan
dokter/perawat;
2.
Pelayanan
saat transaksi: kegiatan pelayanan pada saat tatap muka dengan
dokter/perawat;
3.
Pelayanan
Pasca Transaksi: kegiatan pelayanan sesudah tatap muka dengan
dokter/perawat.
Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki
peran yang sama
penting dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses
pelayanan.
2.6
Prinsip Service Excellent
Bentuk bentuk pelayanan prima yang
seharusnya diberikan kepada masyarakat yang berjumlah puluhan/bahkan
ratusan
orang setiap hari oleh Rumah Sakit, secara teknis berbeda satu sama
lain. Dari
sekian ribu pelayanan itu, hanya sedikit yang terhitung sebagai
pelayanan
prima, karena memenuhi beberapa prinsip, yaitu:
1.
Mengutamakan
Pelanggan (Pasien)
Pelanggan (pasien), sebenarnya adalah
pemilik dari pelayanan
yang diberikan di Rumah Sakit. Tanpa pelanggan pelayanan tidak pernah
ada, dan
pelanggan memiliki kekuatan untuk menghentikan atau meneruskan pelayanan
itu.
Mengutamakan Pelanggan diartikan sebagai berikut:
a.
Prosedur
pelayanan seharusnya disusun demi kemudahan dan kenyamanan pelanggan
(pasien),
bukan untuk memperlancar pekerjaan petugas Rumah Sakit.
b.
Jika
pelayanan ada pelanggan internal dan pelanggan external, maka harus ada
prosedur yang berbeda dan terpisah keduanya. Pelayanan bagi pelanggan
external
harus diutamakan dari pada pelanggan internal.
c.
Jika
pelayanan memiliki pelanggan tak langsung selain langsung, maka
dipersiapkan
jenis-jenis layanan yang sesuai untuk keduanya. Pelayanan bagi pelayan
tak
langsung perlu lebih diutamakan.
2.
Sistem
yang Efektif
Proses
pelayanan perlu dilihat sebagai sebuah system yang nyata, yaitu tatanan
yg memadukan
hasil-hasil kerja dari berbagai unit dalam organisasi Rumah Sakit. Jika
perpaduan itu cukup baik, pelanggan (pasien) tidak merasakan bahwa
mereka telah
berhadapan dengan beberapa unit yang berbeda. Dari segi design
pengembangan,
setiap pelayanan selayaknya memiliki prosedur yang memungkinkan
perpaduan hasil
kerja dapat mencapai batas maximum.
Pelayanan
juga
perlu dilihat sebagai sebuah system lunak (soft system), yaitu sebuah
tatanan
yang mempertemukan manusia yang Satu dengan yang lain. Pertemuan itu
tentu
melibatkan sentuhan-sentuhan emosi, perasaan, harapan, keinginan, harga
diri,
nilai, sikap dan perilaku. Agar kita dapat merebut hati konsumen, proses
pelayanan sebagai “soft system” harus berjalan efektif, artinya mampu
mengungkit munculnya kebanggaan pada diri petugas dan membentuk citra
positif
di mata pelanggan.
3.
Nilai semangat melayani dengan
hati
a. Semangat sebagai abdi Tuhan.
Ketika kita melayani orang lain sebenarnya
kita sedang melayani para utusan Tuhan yang dikirimkan secara khusus ke
rumah
sakit kita. Kita akan melayani mereka dengan penuh cinta kasih bila kita
merasa
sebagai hamba yang dikasihiNya, tanpa merasa kita sebagai hamba yang
dikasihi
Allah maka mustahil kita mampu mengasihi orang lain
b. Semangat
tanpa
pamrih.
Ketika melayani, kita harus memberikannya
secara tulus. Jangan melayani karena ada motif-motif tertentu.
Memperoleh
keuntungan materi, biar lebih dikenal orang atau keinginan menonjolkan
diri.
Jadi, ketika ada orang yang sedang membutuhkan sesuatu, kita berusaha
melayani
orang tersebut dengan penuh keikhlasan sebisa kita, bukan semau kita.
c. Semangat tidak
pilih-pilih.
Pelayanan yang baik diberikan untuk semua
orang tanpa memandang tingkat ekonomi, jabatan, suku, agama atau jenis
kelamin.
Kita juga diharapkan tidak pilih-pilih terhadap pelayanan yang kita
lakukan.
Meski pelayanan itu bukan yang disukai tetapi kita tetap mengerjakannya
dengan
senang hati.
d. Semangat
memberi
Melayani
berarti memberikan sesuatu bukan mendapatkan sesuatu. Jangan pernah
berpikir,
kita akan mendapat apa dari pelayanan yang kita berikan lebih-lebih
berharap
keuntungan. Sebab jika demikian yang terjadi, kita hanyalah pedagang,
yang
selalu menghitung untung dan rugi.
4.
Perbaikan Berkelanjutan
Konsumen
juga
pada hakikatnya belajar mengenali kebutuhan dirinya dari proses
pelayanan
petugas Rumah Sakit. Berdasarkan catatan petugas Rumah Sakit, semakin
baik mutu
pelayanan yang diberikan, kadang-kadang akan menghasilkan konsumen yang
semakin
sulit untuk dipuaskan, karena tuntutannya yang semakin tinggi dan
meluas.
5.
Memberdayakan Pelanggan
Memberdayakan
pelanggan
berarti menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai
sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk menyelesaikan
persoalan
hidupnya sehari-hari. Ketiga jenis pelayanan diatas memiliki peran yang
sama
penting dalam menciptakan citra keprimaan dari seluruh rangkaian proses
pelayanan.
6.
Pelayanan Menurut Prioritas Pengembangan
Para
petugas
Rumah Sakit semuanya sudah memahami bahwa memuaskan pelanggan memang
tidak
mudah, dan untuk merebut hati pelanggan perlu melakukan pengembangan
dengan
menambah beberapa jenis layanan baru yang lebih menarik. Hanya saja
pengembangan itu perlu terencana dengan baik agar diperoleh hasil yang
optimum.
Pelayanan memiliki tingkat-tingkat prioritas pengembangan sebagai
berikut:
a)
Pelayanan
utama
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas
tertinggi, yaitu
yang langsung berkaitan dengan upaya pencapaian visi dan misi
organisasi.
Sebagai contoh fungsi ruang inap Rumah Sakit, jenis pelayanan utamanya
adalah
menyediakan kamar-kamar inap untuk pasien rawat inap.
b)
Pelayanan
pendukung
Jenis pelayanan prioritas kedua, yaitu
yang dibutuhkan
ketika sedang memanfaatkan pelayanan utama. Di Rumah Sakit pelayanan
semacam
ini meliputi kantin/cafe, saluran telepon, internet. Peranan pelayanan
pendukung ini dirasakan sangat penting, karena pelayanan utama tidak
dapat
berfungsi dengan baik tanpa pelayanan pendukung.
c)
Pelayanan
tambahan
Jenis pelayanan yang memiliki prioritas
paling rendah, yaitu
yang mungkin dibutuhkan pelanggan pada saat mereka sedang memanfaatkan
pelayanan utama atau pendukung. Pelayanan ini meliputi mushalla, kios
surat
kabar/majalah, kios buah-buahan, dan sebagainya. Tanpa adanya pelayanan
tambahan,
pelayanan utama/pendukung masih dapat berjalan dengan baik, namun dengan
adanya
pelayanan tambahan akan menjadi nilai tambah bagi kondisi pelayanan
secara umum
DAFTAR PUSTAKA
o
Anonim,
(2000), Perilaku Pelayanan Prima, Diklat Pelayanan Prima, LAN RI,
Jakarta.
o
Anonim,
(2000), Management Kualitas Pelayanan Prima, PT Pinter Konsultama,
Jakarta.
o
De Vyre,
C. (1994), Good Service, Good Business, Practice Hall, Sydney.
o
Foster,
Timothy R. V. (1999), “Customers Care”, Kogan Page, New York.
o
Gaspersz,
Vincent (1997), Edisi Bahasa Indonesia, Manajemen Kualitas dalam
Industri
o
Jasa, PT
Gramedia Indonesia, Jakarta.
o
Hardjosoekarto,
S. (1994), “Beberapa Perspektif Pelayanan Prima”, Bisnis &
Birokrasi, No.
3, Vol. IV, 1994. Jkt
o
Hopson,
Barrie & Scally Mike (1991) “12 Steps to Success Through Service”,
Lifeskills Inc. Ltd. New York.